Gastroenteritis
TUGAS
TERSTRUKTUR
MATA
KULIAH PATOFISIOLOGI
GASTROENTERITIS
Disusun Oleh:
Nafilla
(I1A015075)
Oktovany
Agmal A (I1A015083)
Anisatur
Rizqiyah (I1A015096)
Kelompok
9
KEMENTERIAN RISET,
TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU
KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN
MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada
8 tipe utama dari enteritis, seperti gastroenteritis bakterial, enteritis
radiasi, dan keracunan makanan. Semuanya ini dibedakan oleh penyebab dari
penyakit tersebut. Kebanyakan tipe enteritis yang berbeda disebabkan oleh
bakteri dan biasanya dibedakan berdasarkan jenis bakteri yang menyebabkan
penyakit tersebut (Persify,
2014).
Kali
ini,
kelompok kami akan lebih membahas secara luas tipe dari enteritis yaitu
gastroenteritis bakterial yang akan lebih di spesifikan lagi tentang
gastroenteritis akut.
Gastroenteritis
adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan
("-itis") pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung
("gastro"-) dan usus kecil ("entero"-), sehingga
mengakibatkan kombinasi diare, muntah,
dan sakit serta kejang perut. Gastroenteritis
juga sering disebut sebagai gastro, stomach
bug, dan stomach virus. Walaupun
tidak berkaitan dengan influenza, penyakit ini juga sering disebut flu perut dan flu
lambung (Singh, Amandeep. 2010).
Gastroenteritis akut disebut juga dengan diare akut.
Gastroenteritis akut merupakan salah
satu penyakit yang paling umum pada bayi dan anak-anak. Angka rawat inap akibat
gastroenteritis untuk anak dibawah 5 tahun dilaporkan sebanyak 9 per-1000 per
tahun di Amerika Serikat setiap tahun, sedangkan Inggris sebanyak 12 per-1000
per tahun dan di Australia sebanyak 15 per-1000. Pada negara berkembang angka
rawat inap diare pada anak-anak sebesar 26 per-1000 per tahun, misalnya di negara Cina
(Poerwati, 2013).
B. Tujuan
Mengetahui
patofisiologi dari penyakit gastroenteritis akut atau diare akut.
BAB II
PATOFISIOLOGI
Diare adalah suatu kondisi dimana
seorang BAB dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu
infeksi (disebabkan oleh
bakteri,virus, atau
infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan
sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan atau ataupun
secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Berdasarkan
waktunya, diare dibagi 2 (dua)
yaitu:
a.
diare
akut berlangsung kurang dari 14 hari,dan
b.
diare
persisten atau diare kronis berlangsung lebih dari 14 hari
(Dewantari, 2011)
Diare akut infeksi diklasifikasikan
secara klinis dan patofisiologis menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi.
Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma
disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang
menyertai keluhan abdomen
seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear. Pada
diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau
tidak ada sama sekali,
namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak
mendapat cairan pengganti.
Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya
diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,
sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada
bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga
terjadi diare. Contohnya
adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan
transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang
meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek,
atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinalpolypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan
mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.
Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi
seperti gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease (IBD)
atau
akibat radiasi. Kelompok
lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada
infeksi bakteri,
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja yaitu peningkatan sekresi
usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat
kuman enteropatogen meliputi
penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau
lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein, 2004).
Para agen etiologi utama yang terlibat
dalam enteritis bakteri yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium difficile,
Campylobacter spp., Salmonella spp dan enteropathoegnic
Escherichia coli (EPEC) (Alex J. German. 2005).
C.jejuni
pertama kali diidentifikasi sebagai patogen diare manusia pada tahun 1973 adalah bakteri penyebab
paling sering didiagnosis dari gastroenteritis manusia di Amerika Serikat. Konsumsi unggas matang
dan kontaminasi silang dari makanan lain dengan tetesan dari unggas mentah merupakan faktor risiko untuk campilobacteriosis manusia.
Memperkuat kehigienisan di setiap rantai
makanan-dari produsen ke konsumen-sangat penting dalam mencegah penyakit (Sean F. Altekruse, etc. 1999).
Rotavirus diperkirakan
sebagai penyebab diare cair akut pada 20-80% anak di dunia. Juga merupakan
penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per tahunnya di seluruh dunia.
Diare rotavirus adalah penyakit infeksi akut yang ditandai oleh BAB yang
cair dan muntah, disebabkan oleh rotavirus, paling sering dijumpai pada
anak dibawah umur dua tahun. Puncak kejadian klinis penyakit ini adalah
kelompok 6 sampai 24 bulan. Infeksi rotavirus bisa asimtomatis atau pun
menyebabkan diare dengan dehidrasi ringan sampai berat (Dewantari, 2011).
Komplikasi tersering pada diare adalah
dehidrasi. Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh
kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam basa di dalam tubuh.
Etiologi pada anak dengan diare adalah BAB yang terus menerus dan muntah profuse.
Muntah profuse adalah muntah yang jumlahnya semakin meningkat. Bila hal
ini terus menerus maka akan dapat mengancam kehidupan (Dewantari, 2011).
Diseluruh dunia penyakit diare merupakan
penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada anak-anak, dengan 1,5 miliyar
kejadian dan diperkirakan setiap tahunnya angka kematian sebesar 1,5 sampai 2,5
juta diantara anak-anak berusia dibawah 5 tahun. Walaupun kenyatannya
kebanyakan perawatan dirumah sakit untuk penyakit diare sebenarnya dapat
dihindari, khususnya setelah memulai dengan pengobatan rehidrasi oral/oral
rehydration therapy (ORT), penyakit diare masih merupakan alasan utama
untuk kunjungan instalasi gawat darurat dan rawat inap (Poerwati, 2013).
Kemajuan terbesar dalam menurunkan angka
kematian akibat diare diperkenalkan WHO adalah penggunaan cairan rehidrasi oral
(ORT). Cairan tersebut dapat digunakan untuk menangani gastroenteritis akut
untuk pemeliharaan rehidrasi,
dan
mencegah komplikasi lebih lanjut akibat
diare. Namun, cairan
rehidrasi oral tidak signifikan dalam menurunkan defekasi dan durasi diare.
Oleh karena itu, WHO dan UNICEF kembali merekomendasikan kebijakan terbaru
mengenai penatalaksanaan diare pada anak, yaitu dengan penambahan suplementasi
zink (Zn) pada terapi rehidrasi oral tersebut (Ulfah, 2012).
BAB III
KESIMPULAN
1.
Gastroenteritis (diare akut) adalah
peradangan pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung.
2.
Mekanisme terjadinya
diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,
sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas.
3.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat
kuman enteropatogen meliputi
penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin.
DAFTAR PUSTAKA
Alex J. German. 2005. ”Bacterial Enteritis-Proceeding of the NAVC”. The North American Veterinary
Conference.
Jan. 8-12, 2005
Orlando, Florida.
Dewantari,E.O. 2011. “Manajemen Terapi
pada Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang dan Muntah Profuse pada
Anak Usia 22 Bulan”. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung. Halaman 1-7.
Persify. 2014. “Apakah Enteritis?”. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/enteritis-_-951000103432.
diakses
pada 24 Juni 2016.
Poerwati,E. 2013. “Determinan Lama Rawat
Inap Pasien Balita dengan Diare”. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Volume 27
Nomor 4: 241-244.
Sean F. Altekruse, etc. 1999. “Campylobacter jejuni—An Emerging Foodborne Pathogen”.
Emerging Infectious Diseases
Vol.
5, No. 1, Page 28-35.
Singh, Amandeep. 2010. "Pediatric Emergency Medicine Practice Acute
Gastroenteritis — An Update".
Emergency Medicine Practice 7
(7).
Ulfah,M., dkk. 2012. “Zink Efektif
Menangani Diare Akut Pada Balita”. Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume
15 Nomor 2: 137-142.
Zein,U., dkk. 2004. “Diare Akut
Disebabkan Bakteri”. E-USU Repository. Halaman 1-15.
Komentar
Posting Komentar